Sabtu, 16 Juni 2012

Hipersensitivitas


Hipersensitivitas adalah proses petahanan tubuh yang timbul akibat antigen namun menimbulkan suatu masalah terhadap dirinya sendiri. Terdapat dua kategori hipersensitivitas yaitu; hipersensitivitas tertunda (delayed hypersensitivity) dan hipersensitivitas segera (immediate hypersensitivity).
Alergi atau reaksi hipersensitivitas merupakan perubahan spesifik, didapat pada reaktivitas hospes yang diperantarai oleh mekanisme imunologis dan menyebabkan respons fisiologis yang tidak menguntungkan.
Ada 4 tipe reaksi hipersensitivitas
  •  Tipe I
  • Tipe II
  • Tipe III
  • Tipe IV
  • Tipe V (Baru)
Reaksi tipe I,II,dan III Merupakan reaksi Immediate Hypersensitivityyang mengacu pada imunitas humoral yang terjadi akibat interaksi antigen dan antibodi. Sedangkan tipe IV Merupakan reaksi Delayed Hypersensitivity yang mengacu pada imunitas seluler yang terjadi akibat reaksi antigen dengan reseptor pada permukaan limfosit.
Hipersensitivitas Tipe I
Reaksi ini ditandai oleh reaksi alergi yang terjadi setelah pemaparan dengan antigen yang disebut allergen. Reaksi ini diperantarai IgE. Komponen sel utama: Sel Mast/basofil. Diperbesar atau dimodifikasi oleh platelet, eosinofil, dan neutrofil. Urutan kejadian reaksi tipe 1 adalah sebagai berikut:
1. Fase sensitasi
yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fc-R) yang terdapat pada permukaan sel Mast dan basofil.
2. Fase aktivasi
yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast maupun basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh karena ikatan silang antara antigen dengan IgE.
3. Fase efektor
yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang di lepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik.
Agen-agen inflamasi yang dilepaskan atau diproduksi dapat mengakibatkan:
a)      Dilatasi pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan kemerahan lokal (eritema) di daerah pengantaran/pelepasan allergen. Jika dilatasi semakin meluas, hal ini dapat mendukung adanya penurunan resistensi vaskular, tekanan darah yang menurun (drop) dan syok.
b)      Menaikan permeabilitas kapiler. Ini menyebabkan pembengkakan jaringan lokal (edema). Jika ini meluas, dapat mendukung adanya penurunan volume darah dan syok.
c)      Konstriksi bronkiolus (jalur pernapasan). Hal ini mengakibatkan kesulitan bernapas.
d)     Stimulasi sekresi mukus. Hal ini mengarah kepada pemampatan jalur udara.
e)      Stimulasi ujung-ujung syaraf.  Hal ini mengakibatkan rasa gatal dan nyeri di kulit.
Hipersensitivitas Tipe II
Hipersensitivitas sitotoksik dan mempengaruhi beberapa jaringan dan bantuan antibodi. Hipersensitivitas tipe II terutama dipengaruhi oleh IgM atau IgG dan komplemen. Mekanismenya Kompleks antigen antibodi pada permukaan sel sesama akan dihancurkan oleh sel efektor, misalnya makrofag, neutrofil, monosit dan limfost Tsitotoksik dan sel NK yang dapat menyebabkan kerusakan sel itu sendiri.
Hipersensitivitas Tipe III
Perbedaan Tipe II dan III adalah pada tipe II antibodi ditujukan pada antigen yang terdapat pada permukaan sel atau jaringan tertentu. Sedangkan pada tipe III antibodi ditujukan kepada antigen yang terlarut dalam membran.
Ketika kompleks antibodi-antigen terlarut (IgG atau IgM), yang secara normal dihilangkan oleh makrofag di dalam limpa dan hati, berada dalam jumlah yang sangat besar dan memenuhi seluruh tubuh. Kompleks kecil ini menempati kapiler-kapiler, melewati diantara sel-sel endothelial pada pembuluh darah – terutama di kulit, ginjal dan persendian – dan terjebak dalam membran sekitarnya dibawah sel-sel ini. Kompleks antigen-antibodi kemudian mengaktifkan jalur klasik pada komplemen. Akibatnya Peradangan yang besar ,Influks neutrophils, Pemecahan MAC, Agregrasi Platelet, Aktivasi Makrofag (kematian jaringan)
Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas tertunda (Delayed hypersensitivity) lebih diperantarai oleh sel (cell-mediated) daripada antibodi (antibodi-mediated). Hipersensitivitas tertunda memiliki mekanisme yang sama dengan imunitas yang diperantarai oleh sel. T8 limfosit menjadi sensitif terhadap antigen dan berdiferensiasi menjadi limfosit Tsitotoksik ketika efektor limfosit T4 menjadi sensitive terhadap antigen dan memproduksi sitokin. Limfosit T-sitotoksik, sitokin, eosinofil, dan/atau makrofag lebih menjadi membahayakan daripada menguntungkan.
  1. Limfosit T-sitotoksik menggunakan TCR/C8 untuk mengikat epitop peptida yang terikat MHC-1 dalam sel yang terinfeksi atau sel normal yang berikatan silang dengan epitop dan membunuh antigen melalui cara apoptosis.
  2. Sel Th-1 mengaktifkan makrofag kemudian menyebabkan produksi sitokin inflamasi dan proses penghancuran oleh makrofag yang mengarah pada kerusakan jaringan.
  3. Sel Th2 memproduksiIL-4 dan IL-5 untuk memicu penghancuran oleh eosinofil dan meyebabkan kerusakan jaringan.

Hipersensitivitas Tipe V
Antibodi yang dibentuk melawan suatu bagian dari hormon receptor pada sel yang memproduksi hormon. Hal ini mengacu pada stimulasi yang berlebihan (overstimulation) dari sel yang memproduksi hormone tersebut. Sebagai contohnya adalah penyakit Graves dimana antibodi  yang dibentuk melawan reseptor thyroid-stimulating hormon pada sel thyroid. Ikatan antibodi terhadap resptor TSH (thyroid stimulating hormon) menghasilkan stimulasi thyroid yang konstan yang mengacu hyperthyroidism.

0 komentar:

Posting Komentar