Selasa, 11 Desember 2012

Titrasi iodometri


Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4.5H2O
Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sample dengan iodium (langsung), maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel.

 
Perhatian
Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa.
Indikator
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak mudah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.


 Daftar Pustaka :

Minggu, 11 November 2012

Garam Beryodium


Pengertian Yodium
Dalam tubuh terkandung sekitar 25 mg yodium yang tersebar dalam semua jaringan tubuh, kandungannya yang tinggi yaitu sekitar sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid, dan yang relatif lebih tinggi dari itu ialah pada ovari, otot, dan darah.
Yodium diserap dalam bentuk yodida, yang di dalam kelenjar tiroid dioksidasi dengan cepat menjadi yodium, terikat pada molekul tirosin dan tiroglobulin. Selanjutnya tiroglobulin dihidrolisis menghasilkan tiroksin dan asam amino beryodium, tiroksin terikat oleh protein. Asam amino beryodium selanjutnya segera dipecah dan menghasilkan asam amino dalam proses deaminasi, dekarboksilasi dan oksidasi (Kartasapoetra, 2005).
Definisi Garam Beryodium
Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan.
Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi standar nasional indonesia (SNI) antara lain mengandung yodium sebesar 30 – 80 ppm (Depkes RI, 2000).
Persyaratan Pemenuhan Garam Sehat
Garam yodium diharuskan dikonsumsi seluruh penduduk baik di daerah endemic maupun di daerah bukan endemic
Konsumsi garam yodium rata-rata per orang per hari 10 gr dan kebutuhan ion yodium sebesar 150-200 mikrogram per orang per hari bila konsmsi rata-rata
Batas maxsimal konsumsi ion yodium yang dapat di toleler oleh tubuh adalah 2.000 mikrogram per orang per hari.
Bila konsumsi rata-rata 25-60 ug seseorang sehari, akan terdapat kasus goiter, tetapi tidak banyak terlihat kasus cretinism.
Pengelolaan garam sehat
Penyimpanan
Garam yodium perlu di simpan :
1) Di bejana atau wadah tertutup
2) Tidak kena cahaya
3) Tidak dekat dengan tempat lembab air, hal ini untuk menghindari penurunan kadar yodium dan meningkatkan kadar air, karena kadar yodium menurun bila terkena panas dan kadar air yang tinggal akan melekatkan yodium.
Penggunaan garam yodium
Cara penggunaan garam yodium:
1) Tidak di bumbukan pada sayuran mendidih, tetapi dimasukkan setelah sayuran diangkat dari tungku, kadar Kalium Iodate (KIO3) dalam makanan akan terjadi penurunan setelah dididihkan 10 menit.
2) Kadar yodium juga akan menurun pada makanan yang asam, makin asam makanan makin mudah menghilangkan KIO3 dari makanan tersebut.

Proses perusak terhadap kandungan yodium
1) Merebus (terbuka) kadar yodium hilang ± 50 %
2) Menggoreng kadar yodium hilang ± 35 %
3) Memanggang kadar yodium hilang ± 25 %
4) Brengkesan atau pepesan kadar yodium hilang ± 10 %
Ciri-ciri Pemilihan Garam Yang Baik di Pasaran
Berlabel mengandung yodium
Berwarna putih bersih.
Kering
Kemasan baik / tertutup rapat.
Cara mengetahui kadar yodium dalam garam
Untuk mengetahui kadar iodium dalam garam dapat dilakukan oleh pengetesan yang dapat dilakukan siapa saja dengan cara :
Dengan Yodida / Test Kit
Caranya:
1) Ambil 1 sendok teh garam, lalu tetesi dengan cairan yodida.
2) Tunggu beberapa menit sampai terjadi perubahan warna pada garam dari putih menjadi biru keunguan (pada garam beryodium).
3) Bandingkan dengan warna yang ada pada kit yang tertera pada kemasan.

Dengan parutan singkong.
Bila tidak tersedia test kit atau cairan yodida, maka ada cara yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi yaitu dengan parutan singkong.
Caranya :
1) Kupas singkong yang masih segar, kemudian parut dan peras tanpa air.
2) Tuang 1 sendok perasan singkong parut tanpa di tambah air ke dalam tempat yang bersih.
3) Tambahkan 4 – 6 sendok teh munjung garam yang akan diperiksa.
4) Tambahkan 2 sendok teh cuka, aduk sampai rata, biarkan beberapa menit. Bila timbul biru keunguan berarti garam tersebut mengandung yodium

daftar pustaka :

Bilangan Peroksida


Lipida adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun
jaringan tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organik kedua yang
menjadi sumber makanan, merupakan kira-kira 40% dari makanan yang dimakan setiap
hari. Lipida mempunyai sifat umum sebagai berikut:
a.    Tidak larut dalam air
b.    larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan
c.     karbontetraklorida
d.    mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, kadang-kadang
juga mengandung nitrogen dan fosfor
e.     bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak
f.     berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan.
Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipida bukan suatu polimer, tidak
mempunyai satuan yang berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil hidrolisisnya,
lipida digolongkan menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan sterol.

A. Lipida Sederhana
Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan lemak
yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain
trigliserida, yaitu: lipida kompleks (lesitin, sephalin, fosfatida lainnya, glikolipida), sterol
yang berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin,
pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi
warna dan flavor produk.
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan,
kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan
lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose
dan sumsum tulang.
Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trigliserida dari gliserol dan asam
lemak. Berdasarkan bentuk strukturnya trigliserida dapat dipandang sebagai hasil
kondensasi ester dari satu molekul gliseril dengan tiga molekul asam lemak, sehingga
senyawa ini sering juga disebut sebagai triasilgliserol. Jika ketiga asam lemak penyusun
lemak itu sama disebut trigliserida paling sederhana. Tetapi jika ketiga asam lemak tersebut
tidak sama disebut dengan trigliserida campuran. Pada umumnya trigliserida alam
mengandung lebih dari satu jenis asam lemak. Trigliserida jika dihidrolisis akan
menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi
hidrolisis trigliserida dapat digambarkan sebagai berikut:
Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam lemak jenuh akan
berwujud padat pada suhu kamar. Kebanyakan lemak binatang tersusun atas asam lemak
jenuh sehingga berupa zat padat. Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam
lemak tidak jenuh berupa zat cair pada suhu kamar, contohnya adalah minyak tumbuhan.
Lemak jika dikenakan pada jari akan terasa licin, dan pada kertas akan membentuk titik
transparan.
B. Lipida Majemuk
Lipida majemuk jika dihidrolisis akan menghasilkan gliserol , asam lemak dan zat
lain. Secara umum lipida komplekss dikelompokkan menjadi dua, yaitu fosfolipida dan
glikolipida. Fosfolipida adalah suatu lipida yang jika dihidrolisis akan menghasilkan asam
lemak, gliserol, asam fosfat serta senyawa nitrogen. Contoh senyawa yang termasuk dalam
golongan ini adalah lesitin dan sephalin.
Glikolipida adalah suatu lipida kompleks yang mengandung karbohidrat. Salah satu
contoh senyawa yang termasuk dalam golongan ini adalah serebrosida. Serebrosida
terutama terbentuk dalam jaringan otak, senyawa ini merupakan penyusun kurang lebih 7
% berat kering otak, dan pada jaringan syaraf.
C. Sterol
Sterol sering ditemukan bersama-sama dengan lemak. Sterol dapat dipisahkan dari
lemak setelah penyabunan. Oleh karena sterol tidak tersabunkan maka senyawa ini terdapat
dalam residu. Lebih dari 30 jenis sterol telah dijumpai di alam, terdapat pada jaringan
binatang dan tumbuhan, ragi, jamur, tetapi jarang ditemukan dalam bakteri.
Persenyawaan sterol yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan
fitostrerol. Senyawa kolesterol umumnya terdapat dalam lemak hewani, sedangkan
fitosterol terdapat dalam minyak nabati.
Kolesterol merupakan penyusun utama batu empedu. Kolesterol berfungsi membantu
absorbsi asam lemak dari usus kecil, juga merupakan prazat (precursor) bagi pembentukan
asam empedu, hormon steroid, dan vitamin D (Harper, 1979).
Akhir-akhir ini kolesterol banyak menarik perhatian karena diduga ada hubungan
antara kadar kolesterol dalam darah dengan penyakit jantung koroner, dan pengerasan
pembuluh darah (atherosclerosis). Kolesterol di dalam darah beredar tidak dalam keadaan
bebas, akan tetapi berada dalam partikel-partikel lipoprotein. Lipoprotein merupakan
senyawa kompleks antara lemak dan protein. Dalam serum darah lipoprotein terdiri atas 4
jenis, yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), dan high density lipoprotein (HDL) (Devlin, 1992:67). Kilomikron mengandung 96
% trigliserida; 1,7 % protein; 1,75 % kolesterol; dan 0,6 % fosfolipida. Kilomikron
berfungsi sebagai pengangkut lemak dari usus ke tempat-tempat yang membutuhkan.
VLDL mengandung 60 trigliserida; 15 % kolesterol; 10 % protein; dan 15 % fosfolipida.
VLDL berfungsi sebagai pengangkut trigliserida endogen dari tempat-tempat
pembentukannya ke tempat yang membutuhkan. LDL mengandung 10 % trigliserida; 45 %
kolesterol; 25 % protein; dan 20 % fosfolipida. LDL berfungsi mengangkut kolesterol dari
sel yang satu ke sel lainnya dimana kolesterol tersebut diperlukan untuk pembentukan
hormon sterol dan steroid. HDL mengandung 3 % trigliserida; 18 % kolesterol; 50 %
protein, dan 30 % fosfolipida. HDL berfungsi mengangkut kolesterol ke hati untuk
didegradasi menjadi asam empedu dan dibuang dalam kantong empedu.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa LDL mengandung kolesterol yang cukup
tinggi, hal ini berarti bahwa dengan peningkatan kadar LDL di dalam darah selalu disertai
hiperkolesterolemia. Apabila kadar HDL di dalam serum darah rendah maka kolesterol
yang dimetabolisme relatif sedikit, sehingga banyak kolesterol yang tertimbun. Akibat
penimbunan ini terjadi hiperkolesterolemia, dan lebih lanjut akan menjadi atherosclerosis,
yaitu terjadi pengendapan kolesterol dan lipida lainnya pada dinding arteri, dan lebih lanjut
akan terjadi pengerasan dinding arteri tersebut (Mathews dan van Holde, 1991:627). Dari
hasil penelitian diperoleh suatu kenyataan bahwa HDL mempunyai sifat spesifik, karena
hubungannya yang bersifat negatif terhadap atherosclerosis dan hiperkolesterolemia.
Semakin tinggi kadar kolesterol-HDL dalam serum darah maka akan semakin kecil
kemungkinan individu tersebut mengalami penyakit atherosclerosis (Sunaryo, dkk, 1985).
Lebih lanjut Linder (1985) mengatakan bahwa orang yang mempunyai kadar kolesterol
sekitar 260 mg/100 ml darah mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk terkena
penyakit jantung koroner dari pada orang yang kadar kolesterolnya di bawah 220 mg/100
ml.
II. ANALISIS LIPIDA
A. Penentuan Kadar Minyak/Lemak
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat
ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien,
karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak
atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain
memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi
dalam perhitungan (Ketaren, 1986:36). Sebagai contoh adalah ekstraksi minyak dalam
kemiri, dengan prosedur sebagai berikut:
Timbang 15 gram kemiri, diiris-iris sampai lembut. Selanjutnya dibungkus dengan
kertas saring bebas lemak, ujung atas maupun ujung bawah ditutup dengan kapas bebas
lemak. Kemudian masukkan ke dalam alat Soxhlet, masukkan pelarut petroleum eter
sebanyak 60% dari volume labu ekstraksi dan lakukan ekstraksi selama 1,5 jam. Proses
ekstraksi selesai apabila petroleum eter sudah jernih. Ekstrak yang diperoleh ditambah
dengan natrium sulfat anhidrat, saring. Kemudian filtrat didistilasi biasa, atau petroleum
eter diuapkan dengan evaporator berputar sampai semua petroleum eter habis. Kadar
minyak dapat dihitung dengan rumus:
(B - A) 100
Kadar minyak (%) =
berat bahan (gr)
Keterangan:
A= berat labu kosong
B= berat labu dan ekstrak minyak (gr)
B. Penentuan Angka Peroksida Minyak/Lemak
Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak
yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang
menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan
angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Dalam metoda ini minyak
dilarutkan ke dalam larutan asam asetat glacial-kloroform (3:2) yang kemudian
ditambahkan KI. Dalam campuran tersebut akan terjadi reaksi KI dalam suasana asam
dengan peroksida yang akan membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya
dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Anwar, 1996:396).
Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri, melalui
tahap-tahap sebagai berikut (Slamet Sudarmaji, 1989:123):
1. Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,01N
Ditimbang 2,5 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan akuades, dipindahkan ke
dalam labu ukur 1 liter, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Larutan ini disimpan
tertutup untuk dipakai, sebelumnya distandarisasi dengan larutan K2Cr2O7.
2. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2S2O7.
Ditimbang 0,5 gram kristal K2Cr2O7 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda. Dari larutan K2Cr2O7 tersebut
diambil 10 ml dengan pipet volum, dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta
ditambahkan 3 ml HCl pekat dan 10 ml larutan KI 0,1 N. Iodium yang dibebaskan dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,01N yang telah dibuat, menggunakan indikator amilum. Pada
titik ekivalen warna berubah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi dilakukan dengan
pengulangan 3 kali. Normalitas Na2S2O3 sesungguhnya dihitung dengan rumus:
a 6 10
Ns = x x
v 294 1000
Keterangan:
Ns = normalitas larutan Na2S2O3 sesudah distandarisasi
A = massa K2Cr2O7 dalam miligram
V = volum larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi.
3. Pembuatan indikator amilum 1 %
Ditimbang 1 gram amilum, dilarutkan dalam 100 ml akuades dalam gelas piala.
Kemudian dipanaskan di atas kompor listrik sampai mendidih dan dibiarkan mendidih
sampai 3 menit. Larutan ini digunakan setelah dingin.
4. Pembuatan pelarut asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2
Untuk membuat pelarut asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2
sebanyak 1 liter, dicampurkan 600 ml asam asetat glasial dengan 400 ml kloroform dalam
botol berwarna gelap.
5. Penentuan angka peroksida
Ditimbang minyak sebanyak (5,00 + 0,05) gram dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer serta ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat glasial : kloroform (3 :2),
dikocok sampai minyak larut. Setelah minyak larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh
dan ditutup rapat sambil dikocok. Kemudian didiamkan 1-2 menit, selanjutnya
ditambahkan 30 ml akuades. Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 yang telah distandarisasi sampai warna kuning hampir hilang. Kemudian
ditambah 0,5 ml indikator amilum 1 %. Titrasi dilanjutkan sampai titik ekivalen yaitu tepat
saat warna biru hilang. Volum titran dicatat. Dengan cara yang sama dibuat juga titrasi
larutan blangko.
Rumus perhitungan angka peroksida dalam minyak adalah sebagai berikut:
(a-b) x N x 1000
Angka peroksida =
G
Keterangan :
Angka peroksida dinyatakan dalam milligram ekivalen per 1000 gram minyak.
a = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi sampel
b = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi blangko
N = normalitas larutan natrium tiosulfat setelah distandarisasi
G = masa minyak dalam gram.
C. Penentuan Bilangan Penyabunan Minyak/Lemak
Penentuan bilangan penyabunan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pembuatan KOH alkoholis 0,5 N
Ditimbang 6 gram tablet KOH murni, dilarutkan dengan etanol 95% sampai volume
250 ml. Larutan itu dibiarkan semalam dalam botol tertutup. Kemudian disaring
dan distandarisasi dengan HCl 0,5 N menggunakan indikator pp.
2. Standarisasi KOH alkoholis 0,5 N
Diambil 10 ml KOH alkoholis 0,5 N yang telah dibuat menggunakan pipet ukur,
masukkan dalam erlenmeyer. Titrasi menggunakan HCl 0,5 N menggunakan
indikator pp. Titrasi dilakukan tiga kali (triplo).
3. Penentuan angka penyabunan
Timbang 0,5 – 1,0 gram minyak/lemak, masukkan dalam labu alas bulat volume
100 ml Tambahkan 50 ml larutan KOH alkoholis 0,5 N yang sudah distandarisasi.
Kemudian direfluk dengan pemanas sampai larutan menjadi jernih ( + 1,5 – 2 jam).
Setelah refluk selesai dinginkan dan encerkan sampai 250 ml. Diambil 25 ml
larutan hasil pengenceran, titrasi menggunakan HCl 0,1 N menggunakan indikator
pp. Titrasi dilakukan tiga kali.
4. Perhitungan angka penyabunan
Misal:
Berat minyak/lemak yang ditentukan angka penyabunannya = W gram
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
8
Untuk menitrasi 25 ml larutan hasil penyabunan memerlukan=V ml HCL 0,1N
Maka:
Untuk menitrasi 250 ml larutan hasil penyabunan memerlukan:
= 250/25 x V ml HCl 0,1 N
= 10 x V x 0,1 ml HCl 0,5 N
0,5
= 2 V ml HCl 0,5 N
Volume KOH 0,5 N yang diperlukan untuk penyabunan = (50 – 2 V ) ml
Dalam setiap 1000 ml KOH 1 N terdapat = 56 gram KOH, maka dalam 1000 ml
KOH 0,5 N terdapat = 28 gram KOH
Maka dalam (50 – 2 V) ml KOH 0,5 N terdapat = (50 – 2V) x 28/1000 gram KOH
W gram minyak/lemak membutuhkan (50 – 2 V) x 28/1000 gram KOH
Sehingga 1 gram minyak/lemak membutuhkan =
(50 – 2 V) 28
x gram KOH atau
1000 W
(50 – 2 V) 28
x 1000 mgram KOH
1000 W
D. Analisis Lipida Komplekss
1. Ekstraksi dan Pemisahan Kolesterol
Tambahkan 4 volume aseton (200 ml) pada 50 gram sample otak kambing, blender selama
1 menit. Pindahkan suspensi yang terjadi ke dalam beaker gelas dan bilas blender dengan
25 ml aseton. Campur hasil bilasan dengan suspensi dalam beaker dan diamkan homogenat
ini selama 5 menit sambil kadang-kadang diaduk dengan pengaduk.
Saring suspensi menggunakan penyaring Buchner. Residu yang tertinggal diblender lagi
dengan 100 ml aseton, kemudian setelah didiamkan selama 5 menit, saring dengan
penyaring Buchner seperti pengerjaan sebelumnya.
Bilas blender dengan 50 ml aseton, tuangkan ke dalam penyaring Buchner yang masih
mengandung residu. Filtrat dicampur dengan filtrat pertama, filtrat ini mengandung
kolesterol.
Hilangkan aseton dari filtrat dengan jalan destilasi di atas penangas air, atau menggunakan
evaporator berputar. Dinginkan larutan sisa (residu) dengan air leideng, dan kumpulkan
crude kolesterol yang terjadi dengan jalan menyaring menggunakan corong Buchner.
Rekristalisasi kolesterol yang terjadi dengan melarutkan dalam sedikit mungkin etanol
panas, lalu dengan segera filtrat disaring (masih dalam keadaan panas) ke dalam
Erlenmeyer kecil yang ditempatkan di dalam penangas air didih. Biarkan filtrat di dalam
Erlenmeyer mendidih sehingga etanol akan berkondensasi.
Keringkan kolesterol yang terjadi di udara, timbang dan catat beratnya. Tentukan titik
lelehnya (titik leleh kolesterol murni 149-1510C). Untuk identifikasi adanya senyawa
kolesterol dapat digunakan uji Salkowski dan uji Libermann-Buchard.
Uji Salkowski:
Sediakan 3 tabung reaksi sebagai berikut:
1.    Tabung no. 1 diisi dengan 1 ml kloroform
2.     Tabung no. 2 diisi dengan 10 mg kolesterol hasil isolasi dalam 1 ml kloroform
3.     Tabung no. 3 diisi dengan 10 mg kolesterol murni dalam 1 ml kloroform
Tambahkan 1 ml H2SO4 pekat pada ketiga tabung tersebut melalui dinding tabung hingga
lapisan asam sulfat ada di bagian bawah tabung. Perhatikan warna yang terbentuk!
Uji Libermann-Buchard:
Sediakan 3 tabung reaksi sebagai berikut:
1.     Tabung no.1 diisi dengan 2 ml kloroform
2.     Tabung no. 2 diisi dengan 5 – 15 mg kolesterol hasil isolasi dalam 2 ml kloroform
3.     Tabung no. 3 diisi dengan 5 – 15 mg kolesterol murni dalam 2 ml kloroform
Perhatikan: hindarkan adanya air/kelembaban
Tambahkan 1 ml asam asetat anhidrida ke dalam tabung-tabung tersebut, aduk dengan
baik. Kemudian tambahkan 2 ml asam sulfat pekat, aduk dengan hati-hati. Catat warna
yang timbul setelah didiamkan 30 menit.
Peringatan:
Pelarut-pelarut yang dipakai kebanyakan mudah terbakar, untuk itu harus hati-hati, jangan
ada api bebas! Untuk semua pemanasan pakailah penangas air didih! Juga dalam
penggunaan blender dengan pelarut-pelarut yang mudah terbakar harus hati-hati, sebab
pelarut dapat merembes ke tempat motor dan menyebabkan nyala!
2. Penentuan Kolesterol Total Serum Darah
Prinsip Dasar:
Anhidrid asetat bereaksi dengan kolesterol dalam larutan kloroform menghasilkan
suatu larutan berwarna hijau kebiruan yang karakteristik. Sampai saat ini belum diketahui
secara pasti gugus kromofor yang menimbulkan warna tersebut, namun diduga melibatkan
reaksi esterifikasi gugus hidroksi pada posisi ketiga seperti terlihat pada susunan
molekulnya.
Darah atau serum darah diekstraksi dengan campuran alkohol-aseton yang
bertujuan memindahkan kolesterol dan lipida-lipida lain serta mengendapkan protein.
Kemudian pelarut organik dievaporasi pada penangas air (waterbath). Residu keringnya
kemudian dilarutkan dalam kloroform. Campuran kloroform kemudian ditentukan secara
klorimetri menggunakan reagen Lieberman-Burchard.
Kolesterol serum darah secara normal berkisar dari 100 – 250 mg/100 ml. Rata-rata
jumlah kolesterol dalam serum darah adalah 200 mg/100 ml, pada usia 25 tahun yang lebih
lanjut meningkat secara perlahan dengan meningkatnya usia sampai usia 40 – 50 tahun.
Wanita umumnya menunjukkan kadar kolesterol yang lebih rendah dari pada pria sampai
dicapai saat menopause.
Penentuan kolesterol total dapat dilakukan dengan alat spektronik-20 atau alat spektro
-fotometer lain yang lebih canggih (mis: Shimadzu UV-Vis Recording Spectrophotometer
UV-160).
Bahan:
1. Serum darah
2. Campuran alkohol-aseton (1 : 1)
3. Kloroform
4. Campuran asam asetat anhidrid – asam sulfat pekat (30 : 1) dibuat sebelum dipakai.
5. Larutan stok kolesterol (2 mg kolesterol dalam 1 ml kloroform)
6. Larutan kolesterol kerja, dibuat dengan mengencerkan larutan stok kolesterol lima
kali dalam kloroform (0,4 mg/ml)
Alat-alat:
1. waterbath bergoyang
2. Sentrifuga klinik
3. Spektrofotometer
Prosedur:
Masukkan 10 ml pelarut aseton-alkohol dalam tabung sentrifuga, kemudian
tambahkan 0,2 ml serum atau darah. Celupkan tabung dalam penangas air mendidih yang
bergoyang (boiling waterbath), sampai larutan mulai mendidih. Pindahkan tabung dan
teruskan pengadukan campuran selama 5 menit. Dinginkan sampai mencapai temperatur
kamar, kemudian disentrifuga. Dekantasi supernatannya ke dalam tabung reaksi, dan
uapkan pada waterbath mendidih sampai kering. Dinginkan dan larutkan residunya dalam 2 ml kloroform. Pada saat yang sama buat larutan kolesterol standar dan blanko dalam 2 ml kloroform. Tambahkan 3 ml campuran anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat pada semua tabung Tempatkan semua tabung pada tempat gelap dan suhu kamar, kemudian baca absorbansinya pada panjang gelombang 686 nm [hasil dari penentuan panjang gelombang  maksimum].
Penentuan harga panjang gelombang maksimum
1.    dibuat larutan kolesterol standar dengan konsentrasi 100 mg/100 ml dengan pelarut
kloroform
2.     dipipet 0,1 ml larutan tersebut ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering,
3.    ditambahkan 3 ml reagen Lieberman-Buchard (campuran asam asetat anhidrid
dengan asam sulfat pekat 30:1) pada suhu dingin
4.    dikocok baik-baik menggunakan vortex-mixer, dibiarkan selama 30 menit pada
suhu kamar.
5.    diukur serapannya dari panjang gelombang 360 s/d 700 nm
6.    dibuat kurva serapan terhadap panjang gelombang, sehingga diperoleh panjang
gelombang maksimum (panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum).
Untuk menentukan konsentrasi (kadar) kolesterol total dalam darah digunakan kurva
standar kolesterol
Pembuatan kurva standar kolesterol
1.     dibuat larutan kolesterol standar dengan konsentrasi (mg/ml) berturut-turut: 0,2 ;
0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5.
2.    Masing-masing larutan di atas dipipet ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering sebanyak 0,1 ml
3.    Pada masing-masing tabung ditambahkan 3 ml reagen Lieberman-Buchard, dikocok
baik-baik, dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar, diukur serapannya pada
panjang gelombang maksimum.
4.    Dibuat kurva standar serapan vs konsentrasi.


Daftar Pustaka