Lipida adalah
golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun
jaringan tumbuhan dan
hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organik kedua yang
menjadi sumber
makanan, merupakan kira-kira 40% dari makanan yang dimakan setiap
hari. Lipida
mempunyai sifat umum sebagai berikut:
a.
Tidak
larut dalam air
b.
larut
dalam pelarut organik seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan
c.
karbontetraklorida
d.
mengandung
unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, kadang-kadang
juga
mengandung nitrogen dan fosfor
e.
bila
dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak
f.
berperan
pada metabolisme tumbuhan dan hewan.
Berbeda dengan
karbohidrat dan protein, lipida bukan suatu polimer, tidak
mempunyai satuan yang
berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil hidrolisisnya,
lipida digolongkan
menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan sterol.
A. Lipida
Sederhana
Minyak dan lemak
termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan lemak
yang telah dipisahkan
dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain
trigliserida, yaitu:
lipida kompleks (lesitin, sephalin, fosfatida lainnya, glikolipida), sterol
yang berada dalam
keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin,
pigmen yang larut
dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi
warna dan flavor
produk.
Lemak dan minyak
terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari
gliserol dan asam
lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan,
kacang-kacangan,
biji-bijian, akar tanaman, dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan
lemak terdapat di
seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose
dan sumsum tulang.
Secara kimia yang
diartikan dengan lemak adalah trigliserida dari gliserol dan asam
lemak. Berdasarkan
bentuk strukturnya trigliserida dapat dipandang sebagai hasil
kondensasi ester dari
satu molekul gliseril dengan tiga molekul asam lemak, sehingga
senyawa ini sering
juga disebut sebagai triasilgliserol. Jika ketiga asam lemak penyusun
lemak itu sama
disebut trigliserida paling sederhana. Tetapi jika ketiga asam lemak tersebut
tidak sama disebut
dengan trigliserida campuran. Pada umumnya trigliserida alam
mengandung lebih dari
satu jenis asam lemak. Trigliserida jika dihidrolisis akan
menghasilkan 3
molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi
hidrolisis
trigliserida dapat digambarkan sebagai berikut:
Lemak yang sebagian
besar tersusun dari gliserida asam lemak jenuh akan
berwujud padat pada
suhu kamar. Kebanyakan lemak binatang tersusun atas asam lemak
jenuh sehingga berupa
zat padat. Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam
lemak tidak jenuh
berupa zat cair pada suhu kamar, contohnya adalah minyak tumbuhan.
Lemak jika dikenakan
pada jari akan terasa licin, dan pada kertas akan membentuk titik
transparan.
B. Lipida
Majemuk
Lipida majemuk jika
dihidrolisis akan menghasilkan gliserol , asam lemak dan zat
lain. Secara umum
lipida komplekss dikelompokkan menjadi dua, yaitu fosfolipida dan
glikolipida.
Fosfolipida adalah suatu lipida yang jika dihidrolisis akan menghasilkan asam
lemak, gliserol, asam
fosfat serta senyawa nitrogen. Contoh senyawa yang termasuk dalam
golongan ini adalah
lesitin dan sephalin.
Glikolipida adalah
suatu lipida kompleks yang mengandung karbohidrat. Salah satu
contoh senyawa yang
termasuk dalam golongan ini adalah serebrosida. Serebrosida
terutama terbentuk
dalam jaringan otak, senyawa ini merupakan penyusun kurang lebih 7
% berat kering otak,
dan pada jaringan syaraf.
C. Sterol
Sterol sering
ditemukan bersama-sama dengan lemak. Sterol dapat dipisahkan dari
lemak setelah
penyabunan. Oleh karena sterol tidak tersabunkan maka senyawa ini terdapat
dalam residu. Lebih
dari 30 jenis sterol telah dijumpai di alam, terdapat pada jaringan
binatang dan
tumbuhan, ragi, jamur, tetapi jarang ditemukan dalam bakteri.
Persenyawaan sterol
yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan
fitostrerol. Senyawa
kolesterol umumnya terdapat dalam lemak hewani, sedangkan
fitosterol terdapat
dalam minyak nabati.
Kolesterol merupakan
penyusun utama batu empedu. Kolesterol berfungsi membantu
absorbsi asam lemak
dari usus kecil, juga merupakan prazat (precursor) bagi pembentukan
asam empedu, hormon
steroid, dan vitamin D (Harper, 1979).
Akhir-akhir ini
kolesterol banyak menarik perhatian karena diduga ada hubungan
antara kadar
kolesterol dalam darah dengan penyakit jantung koroner, dan pengerasan
pembuluh darah (atherosclerosis). Kolesterol di dalam
darah beredar tidak dalam keadaan
bebas, akan tetapi
berada dalam partikel-partikel lipoprotein. Lipoprotein merupakan
senyawa kompleks
antara lemak dan protein. Dalam serum darah lipoprotein terdiri atas 4
jenis, yaitu kilomikron, very
low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL),
dan high density lipoprotein (HDL) (Devlin, 1992:67). Kilomikron
mengandung
96
% trigliserida; 1,7 %
protein; 1,75 % kolesterol; dan 0,6 % fosfolipida. Kilomikron
berfungsi sebagai
pengangkut lemak dari usus ke tempat-tempat yang membutuhkan.
VLDL mengandung 60
trigliserida; 15 % kolesterol; 10 % protein; dan 15 % fosfolipida.
VLDL berfungsi sebagai
pengangkut trigliserida endogen dari tempat-tempat
pembentukannya ke
tempat yang membutuhkan. LDL mengandung 10 % trigliserida; 45 %
kolesterol; 25 %
protein; dan 20 % fosfolipida. LDL berfungsi mengangkut
kolesterol dari
sel yang satu ke sel
lainnya dimana kolesterol tersebut diperlukan untuk pembentukan
hormon sterol dan
steroid. HDL
mengandung
3 % trigliserida; 18 % kolesterol; 50 %
protein, dan 30 %
fosfolipida. HDL
berfungsi
mengangkut kolesterol ke hati untuk
didegradasi menjadi
asam empedu dan dibuang dalam kantong empedu.
Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa LDL
mengandung
kolesterol yang cukup
tinggi, hal ini
berarti bahwa dengan peningkatan kadar LDL di dalam darah selalu
disertai
hiperkolesterolemia.
Apabila kadar HDL
di
dalam serum darah rendah maka kolesterol
yang dimetabolisme
relatif sedikit, sehingga banyak kolesterol yang tertimbun. Akibat
penimbunan ini
terjadi hiperkolesterolemia, dan lebih lanjut akan menjadi atherosclerosis,
yaitu terjadi pengendapan
kolesterol dan lipida lainnya pada dinding arteri, dan lebih lanjut
akan terjadi
pengerasan dinding arteri tersebut (Mathews dan van Holde, 1991:627). Dari
hasil penelitian
diperoleh suatu kenyataan bahwa HDL mempunyai sifat
spesifik, karena
hubungannya yang
bersifat negatif terhadap atherosclerosis dan hiperkolesterolemia.
Semakin tinggi kadar
kolesterol-HDL
dalam
serum darah maka akan semakin kecil
kemungkinan individu
tersebut mengalami penyakit atherosclerosis (Sunaryo, dkk, 1985).
Lebih lanjut Linder
(1985) mengatakan bahwa orang yang mempunyai kadar kolesterol
sekitar 260 mg/100 ml
darah mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk terkena
penyakit jantung
koroner dari pada orang yang kadar kolesterolnya di bawah 220 mg/100
ml.
II. ANALISIS
LIPIDA
A.
Penentuan Kadar Minyak/Lemak
Penentuan kadar
minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat
ekstraktor Soxhlet.
Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien,
karena pelarut yang
digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak
atau lemak, bahan
yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain
memperlambat proses
ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi
dalam perhitungan
(Ketaren, 1986:36). Sebagai contoh adalah ekstraksi minyak dalam
kemiri, dengan
prosedur sebagai berikut:
Timbang 15 gram
kemiri, diiris-iris sampai lembut. Selanjutnya dibungkus dengan
kertas saring bebas
lemak, ujung atas maupun ujung bawah ditutup dengan kapas bebas
lemak. Kemudian
masukkan ke dalam alat Soxhlet, masukkan pelarut petroleum eter
sebanyak 60% dari
volume labu ekstraksi dan lakukan ekstraksi selama 1,5 jam. Proses
ekstraksi selesai
apabila petroleum eter sudah jernih. Ekstrak yang diperoleh ditambah
dengan natrium sulfat
anhidrat, saring. Kemudian filtrat didistilasi biasa, atau petroleum
eter diuapkan dengan
evaporator berputar sampai semua petroleum eter habis. Kadar
minyak dapat dihitung
dengan rumus:
(B - A) 100
Kadar minyak (%) =
berat bahan (gr)
Keterangan:
A= berat labu kosong
B= berat labu dan
ekstrak minyak (gr)
B.
Penentuan Angka Peroksida Minyak/Lemak
Angka peroksida
sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak
yang mengandung asam-
asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang
menghasilkan suatu
senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan
angka peroksida
adalah dengan metoda titrasi iodometri. Dalam metoda ini minyak
dilarutkan ke dalam
larutan asam asetat glacial-kloroform (3:2) yang kemudian
ditambahkan KI. Dalam
campuran tersebut akan terjadi reaksi KI dalam suasana asam
dengan peroksida yang
akan membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya
dititrasi dengan
larutan standar natrium tiosulfat (Anwar, 1996:396).
Penentuan besarnya
angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri, melalui
tahap-tahap sebagai
berikut (Slamet Sudarmaji, 1989:123):
1.
Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,01N
Ditimbang 2,5 gram
Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan akuades, dipindahkan ke
dalam labu ukur 1
liter, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Larutan ini disimpan
tertutup untuk
dipakai, sebelumnya distandarisasi dengan larutan K2Cr2O7.
2.
Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2S2O7.
Ditimbang 0,5 gram
kristal K2Cr2O7 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter
kemudian diencerkan
dengan akuades sampai tanda. Dari larutan K2Cr2O7 tersebut
diambil 10 ml dengan
pipet volum, dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta
ditambahkan 3 ml HCl
pekat dan 10 ml larutan KI 0,1 N. Iodium yang dibebaskan dititrasi
dengan larutan
Na2S2O3 0,01N yang telah dibuat, menggunakan indikator amilum. Pada
titik ekivalen warna
berubah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi dilakukan dengan
pengulangan 3 kali.
Normalitas Na2S2O3 sesungguhnya dihitung dengan rumus:
a 6 10
Ns = x x
v 294 1000
Keterangan:
Ns = normalitas
larutan Na2S2O3 sesudah distandarisasi
A = massa K2Cr2O7
dalam miligram
V = volum larutan
Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi.
3.
Pembuatan indikator amilum 1 %
Ditimbang 1 gram
amilum, dilarutkan dalam 100 ml akuades dalam gelas piala.
Kemudian dipanaskan
di atas kompor listrik sampai mendidih dan dibiarkan mendidih
sampai 3 menit.
Larutan ini digunakan setelah dingin.
4.
Pembuatan pelarut asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2
Untuk membuat pelarut
asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2
sebanyak 1 liter,
dicampurkan 600 ml asam asetat glasial dengan 400 ml kloroform dalam
botol berwarna gelap.
5.
Penentuan angka peroksida
Ditimbang minyak
sebanyak (5,00 + 0,05) gram dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer serta
ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat glasial : kloroform (3 :2),
dikocok sampai minyak
larut. Setelah minyak larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh
dan ditutup rapat
sambil dikocok. Kemudian didiamkan 1-2 menit, selanjutnya
ditambahkan 30 ml
akuades. Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 yang telah
distandarisasi sampai warna kuning hampir hilang. Kemudian
ditambah 0,5 ml
indikator amilum 1 %. Titrasi dilanjutkan sampai titik ekivalen yaitu tepat
saat warna biru
hilang. Volum titran dicatat. Dengan cara yang sama dibuat juga titrasi
larutan blangko.
Rumus perhitungan
angka peroksida dalam minyak adalah sebagai berikut:
(a-b) x N x 1000
Angka peroksida =
G
Keterangan
:
Angka peroksida
dinyatakan dalam milligram ekivalen per 1000 gram minyak.
a = jumlah ml larutan
natrium tiosulfat untuk titrasi sampel
b = jumlah ml larutan
natrium tiosulfat untuk titrasi blangko
N = normalitas
larutan natrium tiosulfat setelah distandarisasi
G = masa minyak dalam
gram.
C.
Penentuan Bilangan Penyabunan Minyak/Lemak
Penentuan bilangan
penyabunan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Pembuatan KOH alkoholis 0,5 N
Ditimbang 6 gram
tablet KOH murni, dilarutkan dengan etanol 95% sampai volume
250 ml. Larutan itu
dibiarkan semalam dalam botol tertutup. Kemudian disaring
dan distandarisasi
dengan HCl 0,5 N menggunakan indikator pp.
2.
Standarisasi KOH alkoholis 0,5 N
Diambil 10 ml KOH
alkoholis 0,5 N yang telah dibuat menggunakan pipet ukur,
masukkan dalam
erlenmeyer. Titrasi menggunakan HCl 0,5 N menggunakan
indikator pp. Titrasi
dilakukan tiga kali (triplo).
3.
Penentuan angka penyabunan
Timbang 0,5 – 1,0
gram minyak/lemak, masukkan dalam labu alas bulat volume
100 ml Tambahkan 50
ml larutan KOH alkoholis 0,5 N yang sudah distandarisasi.
Kemudian direfluk
dengan pemanas sampai larutan menjadi jernih ( + 1,5 – 2 jam).
Setelah refluk
selesai dinginkan dan encerkan sampai 250 ml. Diambil 25 ml
larutan hasil
pengenceran, titrasi menggunakan HCl 0,1 N menggunakan indikator
pp. Titrasi dilakukan
tiga kali.
4. Perhitungan
angka penyabunan
Misal:
Berat minyak/lemak
yang ditentukan angka penyabunannya = W gram
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
8
Untuk menitrasi 25 ml
larutan hasil penyabunan memerlukan=V ml HCL 0,1N
Maka:
Untuk menitrasi 250
ml larutan hasil penyabunan memerlukan:
= 250/25 x V ml HCl
0,1 N
= 10 x V x 0,1 ml HCl
0,5 N
0,5
= 2 V ml HCl 0,5 N
Volume KOH 0,5 N yang
diperlukan untuk penyabunan = (50 – 2 V ) ml
Dalam setiap 1000 ml
KOH 1 N terdapat = 56 gram KOH, maka dalam 1000 ml
KOH 0,5 N terdapat =
28 gram KOH
Maka dalam (50 – 2 V)
ml KOH 0,5 N terdapat = (50 – 2V) x 28/1000 gram KOH
W gram minyak/lemak
membutuhkan (50 – 2 V) x 28/1000 gram KOH
Sehingga 1 gram
minyak/lemak membutuhkan =
(50 – 2 V) 28
x gram KOH atau
1000 W
(50 – 2 V) 28
x 1000 mgram KOH
1000 W
D. Analisis
Lipida Komplekss
1.
Ekstraksi dan Pemisahan Kolesterol
Tambahkan 4 volume
aseton (200 ml) pada 50 gram sample otak kambing, blender selama
1 menit. Pindahkan
suspensi yang terjadi ke dalam beaker gelas dan bilas blender dengan
25 ml aseton. Campur
hasil bilasan dengan suspensi dalam beaker dan diamkan homogenat
ini selama 5 menit
sambil kadang-kadang diaduk dengan pengaduk.
Saring suspensi
menggunakan penyaring Buchner. Residu yang tertinggal diblender lagi
dengan 100 ml aseton,
kemudian setelah didiamkan selama 5 menit, saring dengan
penyaring Buchner
seperti pengerjaan sebelumnya.
Bilas blender dengan
50 ml aseton, tuangkan ke dalam penyaring Buchner yang masih
mengandung residu.
Filtrat dicampur dengan filtrat pertama, filtrat ini mengandung
kolesterol.
Hilangkan aseton dari
filtrat dengan jalan destilasi di atas penangas air, atau menggunakan
evaporator berputar.
Dinginkan larutan sisa (residu) dengan air leideng, dan kumpulkan
crude kolesterol yang
terjadi dengan jalan menyaring menggunakan corong Buchner.
Rekristalisasi
kolesterol yang terjadi dengan melarutkan dalam sedikit mungkin etanol
panas, lalu dengan
segera filtrat disaring (masih dalam keadaan panas) ke dalam
Erlenmeyer kecil yang
ditempatkan di dalam penangas air didih. Biarkan filtrat di dalam
Erlenmeyer mendidih
sehingga etanol akan berkondensasi.
Keringkan kolesterol
yang terjadi di udara, timbang dan catat beratnya. Tentukan titik
lelehnya (titik leleh
kolesterol murni 149-1510C). Untuk identifikasi adanya senyawa
kolesterol dapat
digunakan uji Salkowski dan uji Libermann-Buchard.
Uji
Salkowski:
Sediakan 3 tabung
reaksi sebagai berikut:
1.
Tabung
no. 1 diisi dengan 1 ml kloroform
2.
Tabung no. 2 diisi dengan 10 mg
kolesterol hasil isolasi dalam 1 ml kloroform
3.
Tabung no. 3 diisi dengan 10 mg
kolesterol murni dalam 1 ml kloroform
Tambahkan 1 ml H2SO4
pekat pada ketiga tabung tersebut melalui dinding tabung hingga
lapisan asam sulfat
ada di bagian bawah tabung. Perhatikan warna yang terbentuk!
Uji
Libermann-Buchard:
Sediakan 3 tabung
reaksi sebagai berikut:
1.
Tabung no.1 diisi dengan 2 ml kloroform
2.
Tabung no. 2 diisi dengan 5 – 15 mg
kolesterol hasil isolasi dalam 2 ml kloroform
3.
Tabung no. 3 diisi dengan 5 – 15 mg
kolesterol murni dalam 2 ml kloroform
Perhatikan:
hindarkan adanya air/kelembaban
Tambahkan 1 ml asam
asetat anhidrida ke dalam tabung-tabung tersebut, aduk dengan
baik. Kemudian
tambahkan 2 ml asam sulfat pekat, aduk dengan hati-hati. Catat warna
yang timbul setelah
didiamkan 30 menit.
Peringatan:
Pelarut-pelarut yang
dipakai kebanyakan mudah terbakar, untuk itu harus hati-hati, jangan
ada api bebas! Untuk
semua pemanasan pakailah penangas air didih! Juga dalam
penggunaan blender
dengan pelarut-pelarut yang mudah terbakar harus hati-hati, sebab
pelarut dapat
merembes ke tempat motor dan menyebabkan nyala!
2. Penentuan
Kolesterol Total Serum Darah
Prinsip
Dasar:
Anhidrid asetat
bereaksi dengan kolesterol dalam larutan kloroform menghasilkan
suatu larutan
berwarna hijau kebiruan yang karakteristik. Sampai saat ini belum diketahui
secara pasti gugus
kromofor yang menimbulkan warna tersebut, namun diduga melibatkan
reaksi esterifikasi
gugus hidroksi pada posisi ketiga seperti terlihat pada susunan
molekulnya.
Darah atau serum
darah diekstraksi dengan campuran alkohol-aseton yang
bertujuan memindahkan
kolesterol dan lipida-lipida lain serta mengendapkan protein.
Kemudian pelarut
organik dievaporasi pada penangas air (waterbath). Residu keringnya
kemudian dilarutkan
dalam kloroform. Campuran kloroform kemudian ditentukan secara
klorimetri
menggunakan reagen Lieberman-Burchard.
Kolesterol serum
darah secara normal berkisar dari 100 – 250 mg/100 ml. Rata-rata
jumlah kolesterol
dalam serum darah adalah 200 mg/100 ml, pada usia 25 tahun yang lebih
lanjut meningkat
secara perlahan dengan meningkatnya usia sampai usia 40 – 50 tahun.
Wanita umumnya
menunjukkan kadar kolesterol yang lebih rendah dari pada pria sampai
dicapai saat
menopause.
Penentuan kolesterol
total dapat dilakukan dengan alat spektronik-20 atau alat spektro
-fotometer lain yang
lebih canggih (mis: Shimadzu UV-Vis Recording Spectrophotometer
UV-160).
Bahan:
1. Serum darah
2. Campuran
alkohol-aseton (1 : 1)
3. Kloroform
4. Campuran asam
asetat anhidrid – asam sulfat pekat (30 : 1) dibuat sebelum dipakai.
5. Larutan stok
kolesterol (2 mg kolesterol dalam 1 ml kloroform)
6. Larutan kolesterol
kerja, dibuat dengan mengencerkan larutan stok kolesterol lima
kali dalam kloroform
(0,4 mg/ml)
Alat-alat:
1.
waterbath bergoyang
2. Sentrifuga klinik
3. Spektrofotometer
Prosedur:
Masukkan 10 ml
pelarut aseton-alkohol dalam tabung sentrifuga, kemudian
tambahkan 0,2 ml
serum atau darah. Celupkan tabung dalam penangas air mendidih yang
bergoyang (boiling
waterbath),
sampai larutan mulai mendidih. Pindahkan tabung dan
teruskan pengadukan
campuran selama 5 menit. Dinginkan sampai mencapai temperatur
kamar, kemudian
disentrifuga. Dekantasi supernatannya ke dalam tabung reaksi, dan
uapkan pada waterbath
mendidih sampai kering. Dinginkan dan larutkan residunya dalam 2 ml kloroform.
Pada saat yang sama buat larutan kolesterol standar dan blanko dalam 2 ml kloroform.
Tambahkan 3 ml campuran anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat pada semua
tabung Tempatkan semua tabung pada tempat gelap dan suhu kamar, kemudian baca absorbansinya
pada panjang gelombang 686 nm [hasil dari penentuan panjang gelombang maksimum].
Penentuan
harga panjang gelombang maksimum
1.
dibuat
larutan kolesterol standar dengan konsentrasi 100 mg/100 ml dengan pelarut
kloroform
2.
dipipet 0,1 ml larutan tersebut ke
dalam tabung reaksi yang bersih dan kering,
3.
ditambahkan
3 ml reagen Lieberman-Buchard (campuran asam asetat anhidrid
dengan
asam sulfat pekat 30:1) pada suhu dingin
4.
dikocok
baik-baik menggunakan vortex-mixer, dibiarkan selama 30 menit pada
suhu
kamar.
5.
diukur
serapannya dari panjang gelombang 360 s/d 700 nm
6.
dibuat
kurva serapan terhadap panjang gelombang, sehingga diperoleh panjang
gelombang maksimum
(panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum).
Untuk menentukan
konsentrasi (kadar) kolesterol total dalam darah digunakan kurva
standar kolesterol
Pembuatan
kurva standar kolesterol
1.
dibuat larutan kolesterol standar
dengan konsentrasi (mg/ml) berturut-turut: 0,2 ;
0,4
; 0,6 ; 0,8 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5.
2.
Masing-masing
larutan di atas dipipet ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering
sebanyak 0,1 ml
3.
Pada
masing-masing tabung ditambahkan 3 ml reagen Lieberman-Buchard, dikocok
baik-baik,
dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar, diukur serapannya pada
panjang
gelombang maksimum.
4.
Dibuat
kurva standar serapan vs konsentrasi.
Daftar
Pustaka
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/analisis%20lipid.pdf
(11/11/2012 21:05)
0 komentar:
Posting Komentar