KLASIFIKASI
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923
Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans
MORFOLOGI
Candida albicans merupakan jamur dimorfik
karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai
sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah
yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor
eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong
atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 μ x 3-6 μ hingga 2-5,5 μ x 5-28 μ .
C. albicans memperbanyak diri dengan
membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu
terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di
sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar,
berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit.
Sel ini
dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah
sekitar 8-12 μ.
Morfologi koloni C.
albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk
bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit
berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi
besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma
tape. Dalam medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, C.
albicans tumbuh di dasar tabung.
Pada medium tertentu, di
antaranya agar tepung jagung (corn-meal agar), agar tajin (rice-cream
agar) atau agar dengan 0,1% glukosa terbentuk klamidospora terminal berdinding
tebal dalam waktu 24-36 jam.
Pada medium agar eosin
metilen biru dengan suasana CO2 tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk
pertumbuhan khas menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara. Pada medium yang
mengandung faktor protein, misalnya putih telur, serum atau plasma darah dalam
waktu 1-2 jam pada suhu 37oC terjadi pembentukan kecambah dari blastospora.
C. albicans dapat tumbuh pada variasi
pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5.
Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28oC - 37oC. C.
albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber
energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat
diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif
yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob.
Proses peragian (fermentasi) pada C. albicans dilakukan dalam suasana
aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan
untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam
suasana aerob.
Sedangkan dalam suasana
anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2.
Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang
diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi,
karbohidrat dipakai oleh C. albicans sebagai sumber karbon maupun sumber
energi untuk melakukan pertumbuhan sel.
C. albicans dapat dibedakan dari
spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan
asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon.
Pada
proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada
glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam
dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan pada
glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa.
Dinding sel C. albicans berfungsi
sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding
sel berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat
antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan
melindungi sel ragi dari lingkungannya. C. albicans mempunyai struktur
dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. Komposisi primer terdiri
dari glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 %
dari berat kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan *1,6-D-glukan sekitar 47-60 %,
khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam bentuk ragi,
kecambah dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi
bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel
ragi. Dinding sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda.
Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel C. albicans terdiri
dari lima lapisan yang berbeda. Membran sel C. albicans seperti sel
eukariotik lainnya terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini
memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase,
ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran sterol pada
dinding sel memegang peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan
merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding
sel. Mitokondria pada C. albicans merupakan pembangkit daya sel. Dengan
menggunakan energi yang diperoleh dari penggabungan oksigen dengan
molekul-molekul makanan, organel ini memproduksi ATP.
Seperti halnya pada
eukariot lain, nukleus C. albicans merupakan organel paling menonjol
dalam sel. Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari
2 lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus, terkemas dalam
serat-serat kromatin. Isi nukleus berhubungan dengan sitosol melalui pori-pori
nucleus. Vakuola berperan dalam sistem pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan
lipid dan granula polifosfat. Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam
sitoplasma. Pada C. albicans mikrofilamen berperan penting dalam
terbentuknya perpanjangan hifa.C. albicans mempunyai genom diploid.
Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase stasioner ditemukan mencapai
3,55 μg/108sel. Ukuran kromosom Candida albicans
sampai
10diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 Mbp. Beberapa metode menggunakan Alternating
Field Gel Electrophoresis telah digunakan untuk membedakan strain C.
albicans. Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita yang
dihasilkan dan metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki pola
pita kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya. Steven dkk (1990)
mempelajari 17 strain isolat C. albicans dari kasus kandidosis.
Dengan metode elektroforesis, 17 isolat C. albicans tersebut
dikelompokkan menjadi 6 tipe. Adanya variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan
besar adalah hasil dari chromosome rearrangement yang dapat terjadi
akibat delesi, adisi atau variasi dari pasangan yang homolog. Peristiwa ini
merupakan hal yang sering terjadi dan merupakan bagian dari daur hidup normal
berbagai macam organisme. Hal ini juga seringkali menjadi dasar perubahan sifat
fisiologis, serologis maupun virulensi. Pada C. albicans, frekuensi terjadinya
variasi morfologi koloni dilaporkan sekitar 10-2 -4 dalam koloni abnormal.
Frekuensi meningkat oleh mutagenesis akibat penyinaran UV dosis rendah yang
dapat membunuh populasi kurang dari 10%. Terjadinya mutasi dapat dikaitkan
dengan perubahan fenotip, berupa perubahan morfologi koloni menjadi putih smooth,
gelap smooth, berbentuk bintang, lingkaran, berkerut tidak beraturan,
berbentuk seperti topi, berbulu, berbentuk seperti roda, berkerut dan
bertekstur lunak.
PATOGENITAS DAN VIRULENSI
Bagian Tubuh yang Mungkin Terinfeksi Candida
albicans
Pada manusia, C.
albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku
orang sehat. C. albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik
dalam
biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat
dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan
kelainan atau sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan.
Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan
dengan ditemukannya C. albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di
dalam jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada
keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang masih
memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon (1974) mengemukakan bahwa
bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah
terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi. Dengan proses tersebut
terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat
blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidosis di
permukaan alat dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang erjumlah besar,
pada stadium lanjut tampak hifa. Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil
pemeriksaan bahan klinik, misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium
penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan oleh C. albicans dapat berupa
peradangan, abses kecil atau granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam
yang terbanyak terkena adalah ginjal, yang dapat hanya mengenai korteks atau
korteks dan medula dengan terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan.
Alat dalam lainnya yang
juga dapat terkena adalah hati, paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan
otak sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi pada
katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah koroner atau miokardium.
Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus yang kadang-kadang sangat
kecil sehingga sering tidak terlihat pada pemeriksaan. Manifestasi klinik
infeksi C. albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya.
Pada wanita, C. albicans sering menimbulkan vaginitis dengan gejala
utama fluor albus yang sering disertai rasa gatal. Infeksi ini terjadi
akibat tercemar setelah defekasi, tercemar dari kuku atau air yang digunakan
untuk membersihkan diri; sebaliknya vaginitis Candida dapat menjadi
sumber infeksi di kuku, kulit di sekitar vulva dan bagian lain.
MASA INKUBASI ATAU CARA PENULARAN,
DILENGKAPI DENGAN SIKLUS
Setiap wanita memiliki satu
pasangan yang aktual atau potensial. Banyak pria mengembangkan infeksi candida
pada genitalia, yang biasanya tampak sebagai
balanitis
atau balanoposthitis. Sumber infeksi ini secara normal berasal dari pasangan
seksual wanita, dan masa inkubasinya 2-3 hari. Faktor resiko pada pria hampir
sama dengan wanita. Misalnya, diabetes melitus meningkatkan kerentanan pria
terhadap infeksi jamur sama dengan wanita. Penularan Candida albicans pada
pria diperkirakan sekitar 10%. Di samping infeksi langsung, manifestasi lain C.
Albicans adalah dermatitis tingkat rendah pada penis pria yang berhubungan
seksual dengan wanita yang menderita candidosis vagina. Dermatitis ini tampak
melalui iritasi dan hiperaemia yang terjadi dalam beberapa jam atau beberapa
hari setelah hubungan seksual. Pertimbangan tentang natural history candidosis
vagina menyatakan bahwa bila wanita dapat menularkan penyakit ini pada pria,
bukan tidak mungkin terjadi proses sebaliknya. Namun demikian, perawatan bagi
pria yang pasangannya menderita candidosis vagina tidak begitu penting. Infeksi
jamur pada organ genitalia maternal merupakan salah satu sumber infeksi bagi
neonatus, yang menimbulkan sariawan oral. Di samping itu, terdapat beberapa
jalur infeksi lain, namun tidak semuanya dapat dipahami (Oriel, J.D, 1977).
Berbagai kondisi yang
menurunkan keasaman vagina dan dapat meningkatkan resiko terkena infeksi jamur
vagina sebagai berikut:
• stress
• kurang tidur
• sakit
• diet yang buruk atau
terlalu banyak makan makanan yang mengandung gula
• kehamilan
• menstruasi
• menggunakan pil KB
• menggunakan antibiotic
• menggunakan obat-obatan
steroid
• penyakit seperti diabetes
yang tidak terkontrol atau infeksi HIV
Infeksi dapat pula terjadi
melalui hubungan seksual, namun angka kejadiannya sangat jarang, umumnya
terjadi pada pria. Pada wanita, infeksi lebih sering terjadi karena melemahnya
sistem imun (Medic8® Family Health Guide, 2007).
Lingkungan
Fisik Memungkinkan dan Memudahkan Orang Tertular Kontak atau Lebih Beresiko
dengan Penyebab Penyakit. Faktor utama penyebab candidosis
vagina
adalah masalah kebersihan. Infeksi jamur dapat disebabkan oleh air kotor yang
digunakan untuk membersihkan vagina. Di samping itu, pakaian dalam yang kotor
atau tidak diganti secara teratur juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi. Pakaian dalam ketat atau berbahan nilon dapat menyebabkan vagina
menjadi lembap sehingga menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan
jamur (Chu, J. H. K, 2007).
Lingkungan
Sosio-Kultural yang Memungkinkan dan Memudahkan Orang Tertular Kontak atau
Lebih Beresiko dengan Penyebab Penyakit. Candidosis vagina sangat tidak umum terjadi sebelum menstruasi
dan setelah menopause karena tidak diproduksinya estrogen lagi. Ini mungkin
karena candida tidak dapat berkembang biak dengan baik pada lingkungan ini.
Bahkan dalam kejadian tanpa gejala, pada wanita usia produktif tanpa infeksi
jamur yang baru, ada 25-30% kejadian dari kolonisasi jamur vagina oleh polimerase
chain reaction (PCR) dan tidak berbeda dari wanita yang mengalami infeksi
jamur berulang. Kebudayaan lebih sering berpengaruh pada wanita dengan riwayat
infeksi jamur berulang dibandingkan dengan pada wanita tanpa gejala (22% vs 6%)
yang akan mengindikasikan bahwa secara kuantitatif, makin banyaknya organisme
jamur menyebabkan seorang wanita cenderung untuk mengalami infeksi berulang.
Ada suatu angka kejadian lebih tinggi dari candidosis vagina pada pemakai
pakaian dalam yang ketat (Health On The Net Foundation, 2006).
Ketahanan
Mental-Biologik (Kebugaran Jasmani, Ketahanan Mental, Status Genetika, Status
Gizi Dan Kekebalan Biologic) yang Memungkinkan dan Memudahkan Orang Tertular Kontak
atau Lebih Beresiko dengan Penyebab Penyakit. Penyebab candidosis vagina ada setidaknya dua komponen, yaitu
kedatangan fungi pada vagina dan perubahan kondisi biokimia dan imun vagina
yang memungkinkan fungi tumbuh pesat dan menimbulkan gejala. Sekitar 25-30%
wanita usia reproduktif memiliki jamur pada vaginanya. Fungi yang paling umum
adalah Candida albicans, tetapi spesies lain juga menimbulkan gejala seperti C.
glabrata, C. tropicalis, C. guilliermondii, C. parapsilosis, dan lain-lain.
Kondisi kedua yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur vagina adalah perubahan
biokimia vagian. Dalam keadaan normal tanpa infeksi, lactobacillus vaginal
melekat pada dinding epitel vagina dan mencegah uropatogen lain menempel.
Segala sesuatu yang mengganggu pertumbuhan normal lactobacillus vaginal,
seperti antibiotik, meningkatkan resiko infeksi vagina dan bila jamur yang
menjadi patogen ada, jamur itu akan melekat di epitel dan menimbulkan gejala.
Diabetes
dan kondisi lain yang menekan sistem imun meningkatkan diabetes. Kontrasepsi
oral hanya mencegah kehamilan, bukan pemaparan terhadap infeksi jamur. Pasien
HIV hanya mengalami peningkatan infeksi jamur bila sistem imun tertekan,
biasanya dengan jumlah CD4 kurang dari 200 sel/mm3 (Health On The Net
Foundation, 2006).
Kegiatan
Pelayanan Kesehatan (Primer, Sekunder dan Tersier) yang Memungkinkan dan
Memudahkan Orang Tertular Kontak atau Lebih Beresiko dengan Penyebab Penyakit. Untuk menggunakan obat
bebas yang dijual di pasaran, pasien harus berkonsultasi dengan dokter terlebih
dahulu, terutama apabila pasien sedang hamil, tidak pernah didiagnosa dengan
penyakit infeksi jamur sebelunya, atau pernah terkena penyakit infeksi jamur
berulang. Penelitian menunjukkan bahwa 2/3 wanita yang membeli produk-produk
ini tidak benar-benar terkena infeksi jamur. Menggunakan obat-obatan ini secara
tidak tepat akan menyebabkan infeksi yang sulit untuk disembuhkan. Di samping
itu, menggunakan obat-obatan untuk infeksi jamur ketika pasien memiliki infeksi
lainnya dapat memperburuk kondisinya (Medic8® Family Health Guide, 2007). Bila
pasien memutuskan untuk menggunakan obat bebas, baca dan ikuti petunjuknya
secara hati-hati. Beberapa krim dan suppositoria dapat melemahkan kondom dan
diafragma. Kuman bisa kebal (mempunyai resistansi) terhadap obat-obatan yang
biasa dipakai untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Salah satu penyebab dari
resistansi tersebut disebabkan oleh kemunculan C.glabrata sebagai agen
yang infeksius dibandingkan C.albicans. C.glabrata lebih resisten
terhadap berbagai perlakuan. Kadang seorang wanita bisa menderita iritasi
vulvovaginitis yang tidak disebabkan oleh infeksi jamur. Krim pengobatan,
suppositoria, atau perineal pads bisa menimbulkan reaksi alergi atau
iritasi yang lebih parah lagi. Pengobatan vaginal topical dengan butaconazole
lebih diutamakan dibandingkan dengan oral fluconazole (Diflucan®) sebab
bersifat tanpa resep dan lebih efektif. Fluconazole cukup efektif, namun
spesies non-candida albicans sudah mengalami resistensi dan membutuhkan dosis
yang lebih tinggi untuk mematikannya. Secara ilmiah diusahakan untuk menerapkan
terapi sistemik (oral) pada pasien yang memiliki bloodborne yeast infection seperti
AIDS atau berhubungan dengan kemoterapi untuk kanker lebih dibandingkan inducing
resistansi organisme pada pengobatan infeksi vaginal. Asupan yogurt yang
terdapat lactobacillus acidophilus sepertinya tidak mengurangi kejadian
candidosis vagina, walaupun mempunyai peran untuk bacterial vaginosis (Health
On The Net Foundation, 2006).
Fase Prepatogenesis. Pada fase prepatogenesis, terjadi interaksi
antara berbagai faktor determinan penyakit sebelum agen penyakit berinteraksi
dengan manusia. Fase ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi fisiologis dan
patologis.
Faktor Predisposisi
Fisiologis Pada kehamilan, terjadi perubahan hormonal. Meningkatnya produksi
estrogen menyebabkan pH vagina menjadi lebih asam dan sangat baik untuk
pertumbuhan candida. Pada umur tertentu, yaitu bayi dan orang tua, orang
mempunyai kerentanan terhadap infeksi.
Faktor Predisposisi
Patologis. Keadaan umum yang buruk antara lain prematuritas, gangguan gizi, dan
penyakit menahun. Penyakit tertentu yang diderita, seperti diabetes melitus,
leukemia, dan keganasan, dapat meningkatkan kerentanan. Di samping itu,
kerentanan juga dipengaruhi oleh penggunaan obat-obatan, antibiotika, oral
kontrasepsi, kortikosteroid, dan sitostatika, serta iritasi setempat pada
tubuh, antara lain kegemukan, urin, air, dan lain-lain.
Fase
Patogenesis. Pada
fase patogenesis, terjadi perjalanan penyakit dalam tubuh manusia sehingga
muncul berbagai gejala klinis antara lain sebagai berikut:
• Sebagian penderita
asimtomatis atau mempunyai keluhan yang sangat ringan disertai perasaan gatal
• Bila hebat seringkali
akan mengeluh perasaan panas dan nyeri sewaktu koitus
• Fluor albus berwarna
keputih-putihan seperti susu pecah
• Pada pemeriksaan
didapatkan vulva edema, hiperemia, dan erosi
• Vagina hiperemia disertai
discharge keputihan tebal yang bila diangkat mukosa di bawahnya mengalami
erosi, kadang-kadang discharge sedikit, encer, atau seperti normal.
Rasa terbakar pada vagina
atau vulva tidak selalu merupakan faktor pembeda untuk vaginitis akibat jamur
dan vaginosis akibat bakteri. Suatu studi menemukan bahwa faktor-faktor pembeda
terbaik antara lain penggunaan kondom, penggunaan antibiotik dalam waktu dekat,
usia muda, dan tidak adanya gonorrhea atau vaginosis akibat bakteri. PH vagina
pada infeksi jamur lebih rendah daripada vaginitis tipe lain dan biasanya
sekitar 3.8-4.2, tetapi yang paling sering di bawah 4.5. Pengecatan gram untuk
menunjukkan jamur adalah metode diagnosis yang tepat seperti kulturnya tetapi
ini hanya terjadi pada pasien simtomatik karena adanya latar belakang positif
pada wanita tanpa problem jamur. Pemeriksaan apusan dapat akurat apabila baik
hifa dan spora terlihat tetapi degnan hasil negatif. Seorang wanita dapat
menunjukkan ekskret
keputihan
atau kekuningan yang tidak encer atau seperti keju. Gatal-gatal dan rasa panas
(terbakar) pada vulva tidak selalu terjadi atau bahkan kemerahan dan membengkak
(Health On The Net Foundation, 2006).
Fase
Convalescense. Fase convalescense merupakan proses penyembuhan yang mempengaruhi
kemungkinan keluaran hasil akhir dari perjalanan sakit. Kemungkinan hasil akhir
perjalanan penyakit ini adalah sembuh total atau sembuh dengan gejala sisa.
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Pengobatan penyakit ini menggunakan antimikotik topikal seperti
nistatin 100.000 unit selama 14 hari, mikonasol 100 mg selama 7 hari, dan
klotrimasol 100 mg selama 7 hari, serta antimikotik sistemik seperti
ketokonazol dengan dosis 2 x 100 mg selama 10-15 hari. Pengobatan suportif
dapat dilakukan dengan menghilangkan faktor-faktor prediposisi. Perawatan yang
tepat mapu menyembuhkan 90% dari infeksi vagina dalam dua minggu atau kurang
(biasanya hanya dalam beberapa hari), tergantung pada jenis peradangannya.
Infeksi vagina yang tidak diobati dapat berlangsung bertahun-tahun, dengan atau
tanpa gejala (Harvard Medical School, 2006). Apabila terjadi infeksi berulang,
hubungi dokter. Sekitar 5 % wanita terkena infeksi jamur vagina empat kali atau
lebih setiap tahun. Hal ini disebut Recurrent Vulvovaginal Candidiasis (RVVC).
RVVC umum terjadi pada wanita dengan diabetes atau sistem imun yang lemah.
Normalnya, hal ini diatasi dengan obat antijamur selama sampai enam bulan
(Medic8® Family Health Guide, 2007).
UPAYA PENCEGAHAN
Upaya
Pencegahan Primer. Karena Candidosis vagina dapat ditularkan melalui hubungan
seksual, penyebaran infeksi ini dapat dicegah dengan cara tidak berhubungan
seksual atau hanya berhubungan seksual dengan satu pasangan yang tidak
terinfeksi. Di samping itu, penderita pria juga dapat menggunkaan kondom lateks
selama hubungan seksual, dengan atau tanpa spermatisida. Pencegahan
terjangkitnya Candidosis Vagina, dapat dilakukan dengan menjaga area sekitar
genitalia bersih dan kering. Hindari sabun yang dapat menyebabkan iritasi,
vagina spray, dan semprotan air. Ganti pembalut secara teratur. Gunakan pakaian
dalam dari katun yang longgar dan menyerap keringat, hindari pakaian dalam dari
nilon. Setelah berenang, cepat ganti pakaian yang kering daripada duduk dengan
pakaian renang yang basah dalam waktu yang lama (Harvard Medical School, 2006).
Upaya Pencegahan Sekunder. Setelah pasien
menjelaskan gejala-gejala yang timbul, dokter akan melakukan pemeriksaan
ginekologi dan memeriksa organ genitalia eksterna, vagina, dan cervix untuk
melihat adanya inflamasi atau ekskret abnormal. Seseorang akan dinyatakan
suspect Candidosis Vagina bila terjadi inflamasi pada vagina, terdapat ekskret
putih dari vagina, dan di sekeliling vagina. Dokter mungkin akan mengambil
sampel ekskret vagina untuk diperiksa dengan mikroskop di laboratorium.
Candidosis Vagina dapat diatasi dengan obat antijamur yang bekerja secara
langsung pada vagina sebagai tablet, krim, salep, atau suppositoria.
Obat-obatan ini termasuk butoconazole (FemStat), clotrimazole (Clotrimaderm,
Canesten), miconazole (Monistat, Monazole, Micozole), nystatin (sold under
several brand names), tioconazole (GyneCure) and terconazole (Terazole). Oral fluconazole
(Diflucan Oral) juga dapat digunakan dalam dosis ringan.pengobatan pada
pasangan seksual biasanya tidak direkomendasikan (Harvard Medical School,
2006). Tujuan terapi adalah untuk mengurangi jumlah organisme jamur dan
melindungi jaringan vulva sehingga menggaruk dan menggosok tidak akan merusak
kulit dan menyebabkan infeksi bakteri perineal sekunder. Gejala terbakarnya
vulva karena alkohol dan produk toksik yang dimetabolis oleh jamur dari
karbohidrat tubuh. Butoconazole (Femstat®, Mycelex ) intravaginal untuk 3 hari
adalah salah satu pilihan obatnya. Banyak spesies jamur yang tahan terhadap
bermacam-macam perawatan topis dan Butoconazole lebih direkomendasikan
berdasarkan beberapa pembelajaran lebih lanjut. Topical imidazoles cocok untuk
jamur vagina, Butoconazole dan itraconazole memiliki aktivitas terbaik dalam
tes pipet melawan bermacam-macam jamur dan organisme fungi yang lain. T.
glabrata dan S. cerevisiae lebih resisten terhadap clotrimazole and
ketoconazole, sedangkan C. krusei lebih resisten terhadap nystatin and
flucytosine. Terconazole (Terazole®) umumnya menggunakan resep terapi jika
terapi awal tidak bekerja. Ini lebih efektif daripada fluconazole (Diflucan®)
untuk banyak spesies. Asam Borat vaginal suppositoria yang digunakan 600 mg/hari
untuk 10 hari 80% efektif untuk C. glabrata yang telah resisten terhadap terapi
standar lainnya. Terapi minyak esensial dapat juga digunakan untuk terapi jamur
vagina. Minyak pohon teh terbukti efektif melawan jamur dalam konsentrasi
0.5%-2% (Medic8® Family Health Guide, 2007).
Upaya
Pencegahan Tersier. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental,
fisik, dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya ini
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Tidak memakai pakaian
dalam berbahan nilon yang menyebabkan daerah genitalia menjadi lembab dan
meningkatkan resiko infeksi berulang.
• Menjaga pola makan sesuai
dengan standar kesehatan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
• Menjaga kebersihan
individu dan lingkungan untuk mencegah pertumbuhan jamur yang dapat menyebabkan
infeksi.
• Melatih masyarakat yang
pernah terjangkit Candidosis Vagina untuk terbiasa berperilaku hidup sehat.
• Terapi mental dan sosial
(Harvard Medical School, 2006).
Jamur vagina dapat bersifat
lembam tanpa gejala apapun. Kadang-kadang infeksi jamur ini hilang, tetapi hal
ini selalu membutuhkan terapi singkat untuk mengurangi jumlah jamur yang ada.
Ini mungkin pengaruh dari pembersihan cairan vagina. Karena gejala terbakar
dapat timbul sangat hebat, tidak ada yang mempelajari berapa lama rangkaian
alami dari candidosis vagina. Biasanya tidak terjadi infeksi jamur sekaligus
bacterial vaginosis, tetapi kadang-kadang terjadi dengan infeksi bacterial
vaginosis berulang. Infeksi jamur vagina selama kehamilan tidak dikaitkan
dengan preterm labor (Medic8® Family Health Guide, 2007).
Daftar Pustaka :
1 komentar:
artikel yang bagus....
Posting Komentar