Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan sanggama secara teratur, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun.
Berdasarkan studi epidemiologi, kurang lebih 10% dari pasangan suami istri gagal memperoleh keturunan dalam kurun satu tahun usia pernikahan mereka. Sekitar 50% dari pasangan tersebut akan berhasil memperoleh keturunan setelah 2 tahun menikah.
Pada kondisi yang normal, kemungkinan seorang wanita, dengan siklus haid teratur setiap bulan, untuk menjadi hamil adalah sekitar 30%. Dan ketika kehamilan telah terjadi, hanya 50%-60% saja yang akan berhasil mencapai usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Proses reproduksi memerlukan suatu proses interaksi yang seimbang antara pasangan suami-istri. Sampai saat ini diketahui bahwa penyebab infertilitas adalah multifaktorial. Baik faktor istri maupun faktor suami masing-masing menyumbangkan 40% dari penyebab infertilitas. Sedangkan sisanya sebesar 20% disebabkan oleh hal-hal yang masih belum diketahui secara pasti.
Proses reproduksi manusia dipengaruhi hal-hal seperti :
- Ovulasi, yaitu lepasnya oosit dari folikel di ovarium
- Produksi spema yang adekuat
- Transport normal sel gamet di dalam saluran tuba fallopii
- Transport embrio di dalam saluran tuba menuju tempat implantasi di rongga uterus.
Terutama terkait dengan wanita, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya infertilitas pada wanita.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
- Faktor usia
Ketika seorang wanita semakin berumur, maka semakin kecil pula kemungkin wanita tersebut untuk hamil. Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia wanita. Wanita yang sudah berumur akan memiliki kualitas oosit yang tidak baik akibat adanya kelainan kromosom pada oosit tersebut. Disamping itu wanita yang sudah berumur juga cenderung memiliki gangguan fungsi kesehatan sehingga menurunkan pula fungsi kesuburannya. Kejadian abortus juga meningkat ketika kehamilan terjadi pada ibu yang sudah berumur. Wanita dengan rentang usia 19-26 tahun memiliki kemungkinan hamil 2 kali lebih besar dari pada wanita dengan rentang usia antara 35-39 tahun.
Pada tabel dibawah ini akan terlihat besarnya kesempatan bagi seorang wanita untuk hamil dikaitkan dengan faktor usia.
Tabel 1. Kesempatan hamil wanita terhadap faktor usia.
Usia wanita | Kesuburan (%) |
Sampai dengan usia 34 tahun | 90 % |
35 – 40 tahun | Menurun menjadi 67 % |
41 – 45 tahun | Menurun menjadi 15 % |
- Faktor berat badan dan aktivitas olah raga yang berlebihan
Walaupun sebagian besar hormon estrogen dihasilkan oleh ovarium, namun 30% estrogen tersebut dihasilkan juga oleh lemak tubuh melalui proses aromatisasi dengan androgen sebagai zat pembakalnya. Jika seorang wanita memiliki berat badan yang berlebih (over weight) atau mengalami kegemukan (obesitas), atau dengan istilah lain memiliki lemak tubuh 10%-15% dari lemak tubuh normal, maka wanita tersebut akan menderita gangguan pertumbuhan folikel di ovarium yang terkait dengan sebuah sindrom yaitu sindrom ovarium poli kistik (SOPK). Sindrom ini juga terkait erat dengan resistensi insulin dan diabetes melitus.
Disamping berat badan yang berlebih maka berat badan yang sangat rendah juga dapat mengganggu fungsi fertilitas seorang wanita. Zat gizi yang cukup seperti karbohidrat, lemak dan protein sangat diperlukan untuk pembentukkan hormon reproduksi, sehingga pada wanita kurus akibat asupan gizi yang sangat kurang akan mengalami defisiensi hormon reproduksi yang berakibat terhadap peningkatan kejadian infertilitas pada wanita tersebut. Wanita-wanita yang sering mengalami masalah dengan asupan gizi tersebut sering kali terkait dengan hal-hal dibawah ini:
1. anoreksia nervosa atau bulimia
2. vegetarian yang fanatik
3. pelari maraton dan penari profesional
- Gaya hidup.
- Merokok dapat menjadi salah satu penyebab infertilitas. Disamping itu penyalahgunaan obat narkotika juga dapat menurunkan produksi hormon reproduksi.
- Alkohol telah pula terbukti menjadi penyebab kegagalan proses implantasi.
- Faktor lingkungan
Beberapa zat polutan seperti ftalat atau dioxin saat ini dicurigai memiliki kaitan yang erat dengan tingginya kejadian infertilitas akibat endometriosis terutama bagi wanita yang tinggal di daerah perkotaan.
- Depresi dan kejadian infertilitas
Sudah banyak penelitian yang melaporkan bahwa kejadian stress psikis sangat terkait erat dengan peningkatan produksi corticotropin releasing hormone (CRH) dari hipotalamus. yang dapat memberikan pengaruh buruk terhadap produksi hormon reproduksi.
Penyebab infertilitas sangat banyak sekali dan beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
- Penyakit radang panggul
Penyakit radang panggul yang disebabkan infeksi beberapa kuman patogen sudah dilaporkan menjadi salah satu penyebab utama infertilitas. Kuman patogen yang seringkali menjadi penyebab infertilitas adalah:
- Klamidia trakomatis
- Neseria gonore
- Bakterial vaginosis
- Tuberkulosis
Gejala penyakit radang panggul tidak selalu tampil dalam bentuk akut, namun seringkali hanya tampil dalam bentuk infeksi subklinik yaitu hanya dalam bentuk nyeri panggul yang ringan saja yang disertai dengan keputihan yang tidak terlampau banyak. Infeksi kuman patogen ini dapat menyebabkan kerusakan terutama pada tuba fallopii sehingga menimbulkan infertilitas.
Disamping disebabkan oleh bakteri, maka keputihan di vagina dapat disebabkan oleh jamur kandida.
- Endometriosis
Endometriosis memiliki kaitan erat dengan kejadian infertilitas. Kurang lebih 30-50% wanita dengan endometriosis adalah infertilitas dan hampir 80% wanita dengan infertilitas ternyata menderita endometriosis. Disamping terkait dengan infertilitas, endometriosis juga terkait erat dengan nyeri panggul, nyeri haid dan nyeri sanggama. Endometriosis dapat tampil dalam bentuk kista endometriosis pada ovarium atau susukan endometriosis dalam rongga peritoneum yang seringkali disertai dengan perlekatan hebat didaerah rongga panggul.
Kaitan langsung endometriosis dengan infertilitas dapat terjadi jika susukan endometriosis atau kista endometriosis mendesak tuba fallopii sehingga menghambat bertemunya sperma dan ovum. Susukan endometriosis juga dapat tumbuh di ovarium sehingga menghambat terjadinya ovulasi. Endometriosis stadium berat juga dapat menimbulkan perlekatan berat di rongga panggul sehingga menyebabkan distorsi dari tuba fallopii.
Teori penyebab terjadinya endometriosis sangat banyak sekali, namun secara garis besar dapat disebabkan oleh kerusakan pada faktor genetik, faktor endokrin, faktor imunitas dan faktor mekanik. Saat ini diketahui pula bahwa zat polutan seperti dioxin dapat pula menjadi penyebab terjadinya endometriosis.
- Sindrom Ovarium Polikistik
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan suatu kondisi pada wanita yang ditandai dengan oligo-ovulasi/an-ovulasi, gambaran polikistik pada ovarium, yang dapat disertai dengan adanya baik gejala klinik maupun laboratorik dari hiperandrogenism. Akibat adanya oligo-ovulasi/an-ovulasi maka kadar progesteron pada pasien ini akan selalu rendah dan pasien seringkali datang dengan keluhan sering tidak mendapat haid. Kadar androgen yang relatif tinggi didalam sirkulasi darah dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan seperti obesitas, banyak jerawat, tumbuh banyak bulu/rambut, suara berat dan klitoris yang membesar.
SOPK juga memiliki kaitan erat dengan resistensi insulin dan diabetes melitus.
- Menopause prekoks atau kegagalan ovarium dini
Menopause prekoks atau menopause dini dapat terjadi ketika fungsi ovarium menurun atau berkurang ketika wanita berusia kurang daripada 40 tahun. Pada kasus kegagalan ovarium dini, kemungkinan bagi wanita untuk hamil spontan hanya terjadi sebesar 5-10% saja. Kegagalan ovarium dini dapat terjadi akibat radiasi, kemoterapi, kelainan genetik, penyakit autoimun, kelainan kromosom dan sebagainya.
- Myoma uteri
Myoma uteri merupakan tumor jinak yang tumbuh di miometrium. Myoma uteri dapat menyebabkan infertilitas jika terletak pada tempat-tempat tertentu yang sangat penting bagi sebuah proses kehamilan seperti mengganggu lapisan endometrium yang penting untuk implantasi embrio, menyumbat saluran tuba fallopii, merubah bentuk uterus menjadi tidak normal, mempengaruhi letak serviks sehingga menghambat masuknya sperma kedalam uterus.
- Hiperprolaktinemia
Pada kondisi normal, prolaktin yang dihasilkan kelenjar hipofisis diperlukan untuk membantu proses pertumbuhan kelenjar payudara dan sekaligus berperan penting pada produksi air susu ibu (ASI). Pada kondisi tertentu misalkan terdapat tumor tumbuh di kelenjar hipofisis (prolaktinoma), maka prolaktin akan diproduksi berlebihan sehingga menimbulkan penekanan terhadap sekresi gonadotropin sehingga terjadi gangguan proses ovulasi. Disamping itu, suatu kondisi hipotiroidism atau penggunaan obat kontrasepsi oral atau obat antipsikotik, dapat menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin. Jika seorang wanita mengeluarkan ASI dari payudara tanpa ada kaitannya dengan kondisi menyusui (galaktore), maka perlu difikirkan adanya peningkatan kadar prolaktin di dalam darah.
- Faktor lain
Terdapat pula faktor lain yang terkadang dapat menjadi penyebab infertilitas.
Faktor tersebut adalah:
- Kelainan tiroid. Produksi hormon tiroid yang berlebihan atau kekurangan, dapat menjadi penyebab gangguan siklus haid yang dapat menibulkan infertiltas kemudian.
- Epilepsi. Penggunaan obat antiepilesi selama kehamilan dapat menyebabkan timbulnya kelainan kongenital bayi.
- Infeksi usus/rongga abdomen. Infeksi usus seperti apendisitis, kolitis atau peritonitis dapat menjadi penyebab infertiltas pada wanita.
- Penggunaan obat. Penggunaan obat tertentu seperti antidepresan, hormon, kortikosteroid, penghilang nyeri dan obat anti-psikotik dapat menyebabkan terjadinya infertiltas pada wanita.
- Kehamilan ektopik. Jika terdapat kehamilan ektopik maka kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infertilitas, terlebih lagi jika tatalaksana kehamilan ektopik dilakukan secara tidak hati-hati atau terlambat dilakukan sesuatu.
Tahapan diagnostik yang dilakukan pada tatalaksana infertilitas wanita.
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Langkah pertama dari tatalaksana infertilitas wanita adalah melakukan anamnesis yang baik dalam rangka menggali informasi yang terkait dengan dengan infertilitas, seperti riwayat penyakit yang pernah diderita, gaya hidup (merokok, alkohol atau kopi), riwayat haid, riwayat kehamilan sebelumnya, riwayat abortus yang sebelumnya, obat apa saja yang sedang/pernah diminum, riwayat penggunaan kontrasepsi dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang meliputi faktor-faktor sebagai berikut: faktor vagina, faktor serviks, faktor uterus, faktor endometrium, faktor tuba, faktor ovarium, faktor peritoneum, faktor imunologi dan faktor endokrinologi.
- Penentuan adanya ovulasi
Untuk menentukan adanya ovulasi, diperlukan suatu penilaian terhadap:
- kadar progesteron pada fase mid-luteal sebuah siklus haid
- pola suhu basal badan dalam kurun satu bulan
- kadar LH di urin wanita
- pengukuran diameter folikel ovarium pada fase pra-ovulasi dengan menggunakan ultrasonografi (USG) transvaginal.
- Pemeriksaan hormon reproduksi dan hormon lain
Pemeriksaan kadar hormon reproduksi memang diperlukan untuk mengetahui kelainan yang terkait dengan infertilitas. Untuk penentuan kadar follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), prolaktin dan 17β-estradiol dalam plasma, dilakukan pengambilan percontoh darah pada hari 3-5 dalam satu siklus haid, sedang untuk mengetahui kadar progesteron pada fase lutela madya dilakukan pengambilan percontoh darah pada hari ke 21 atau ke 22 dalam satu siklus 28-30 hari. Disamping itu jika diperlukan maka dapat pula pemeriksaan ditambahkan untuk hormon testosteron atau DHEA/DHEAS atau kortisol atau TSH, T3 bebas, T4 bebas, dan sebagainya.
Beberapa contoh kelainan yang dapat diperkirakan berdasarkan pemeriksaan hormon reproduksi antara lain adalah:
- Jika dijumpai kadar FSH dan LH yang tinggi disertai kadar estradiol yang rendah maka kemungkinan terdapat menopause prekoks pada pasien ini.
- Jika dijumpai kadar LH yang lebih tinggi daripada FSH maka kemungkinan pasien ini menderita sindrom ovarium polikistik.
- Jika diperkirakan telah terjadi insufisiensi fungsi ovarium maka dapat dilakukan uji klomifen (clomiphene challenge test/CCT), yaitu dengan cara memberikan klomifen sitrat pada hari ke 5-9 siklus haid, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar FSH pada hari ke 10 siklus haid. Kadar FSH yang tinggi pada hari ke 3 atau ke 10 siklus haid menunjukkan kemungkinan telah terdapat insufisiensi dari ovarium.
- Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan histerosalpingografi (HSG).
Pemeriksaan USG yang dilakukan terutama pada fase pra-ovulasi, dapat bermanfaat untuk mengetahui adanya kelainan uterus (misal: mioma, adenomiosis, uteus arkuatus, polip endometrium), kelainan ovarium (misal: fibroma, kista endometriosis, kista simpleks), kelainan tuba (misal: hidrosalping) atau perlekatan genitalia interna. Pemeriksaan HSG yang dilakukan pada hari ke 9 atau ke 10 siklus haid dapat bermanfaat untuk mengetahui kondisi uterus, rongga uterus, tuba fallopii dan patensi dan tuba fallopii
http://bobbyindrautama.blogspot.com/2008/09/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
0 komentar:
Posting Komentar